Amanah Professor Mingchang Wu, Ph.D
Pagi tadi, saya bersama Mas Ayik Baskoro Adjie dan salah satu peserta Jatim Mengajar, Devian, mengunjungi MI Tarbiyatul Islamiyah, sekolah tempat Devian bertugas. Kami berangkat dari Surabaya sekitar pukul 07.30, dan tiba di tujuan sekitar pukul 10.00.
Sekolah itu berada di Dusun Dermawang, Desa Mlangi, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban. Memiliki seorang kepala sekolah, satu-satunya guru laki-laki di sekolah itu, dan empat orang guru perempuan. Siswanya ada 25 orang, mulai kelas 1 sampai kelas 6.
Tujuan kunjungan kami adalah untuk menyampaikan amanah Prof. Mingchang Wu, Ph.D, Dekan College of Humanities and Applied Sciences, NYUST, Taiwan. Pada Februari 2020 yang lalu, Prof Wu berada di Pascasarjana Unesa, melaksanakan program visiting professor di Program Studi S3 Pendidikan Vokasi. Seusai pelaksanaan program, sebelum kembali ke Taiwan, Prof Wu menitipkan uang sebesar USD 500 pada saya, untuk anak-anak sekolah yang membutuhkan. Ya, saya melihat Prof Wu tidak hanya kompeten dalam berbagai proyek akademik. Beliau juga sangat humble, dan dermawan.
Singkat kata, saya memilih bekerja sama dengan peserta Jatim Mengajar yang bertugas di Tuban. Kenapa Jatim Mengajar? Karena saya paham betul visi dan misi program ini dan sekolah seperti apa yang menjadi sasaran program mereka. Kenapa Tuban? Karena jaraknya dari Surabaya tidak terlalu jauh, siswanya sebagian besar dari keluarga kurang mampu, dan jumlahnya yang 25 orang itu dalam perhitungan saya, ideal dengan besar dana yang tersedia.
Kepala sekolah sedang bersama siswa di kelas waktu kami datang. Kami kemudian bergabung dan berbincang dengan siswa dan guru-guru. Menyampaikan tujuan kami dan mengapa kami memilih sekolah tersebut. Tidak berlama-lama, kami kemudian membagikan alat sekolah untuk siswa. Tas sekolah, buku bacaan, buku tulis, kotak pensil lengkap dengan isinya, beberapa snack dan sebotol susu. Tentu saja, para siswa itu menerimanya dengan sangat suka cita.
Selesai dengan anak-anak, kami berkunjung ke rumah kepala sekolah dan guru-guru yang rumahnya ada di sekitar sekolah. Menikmati makan siang, kue-kue, kopi, dan keramahan khas masyarakat desa.
Sekitar pukul 11.30, kami pamit. Setandan pisang, sekantung ikan segar, telur asin, dan kue-kue, memenuhi bagasi mobil kami. Tentu saja semuanya itu sangat berarti. Bukan karena harga bahan makanan tersebut, tetapi karena makna yang terkandung di dalamnya. Sebuah persaudaran yang tulus, yang tidak hanya antara kami dan mereka. Namun juga penghargaan pada Devian, sang guru pejuang itu. Juga pada sosok dermawan, Prof. Wu.
Tuban, 20 Agustus 2020